Jumat, 10 Mei 2013

SEMINAR KEHARMONISAN KONFUSIANISME DAN KOMUNISME DI RRT

Pembicara : Tuty Enoch Muas

ABSTRAK

Ø  Retorika ‘masyarakat sosialis yang harmonis’ dan ‘dunia yang harmonis’ yang secara resmi dikumandangkan Hu Jintao/RRT sejak kongres PKT ke 17 tahun 2007, dapat ditunjuk sebagai penegasan terjadinya keharmonisan antara Komunisme dan Konfusianisme.“Bagaimana Konfusianisme & Komunisme bisa mencapai keharmonisan?” itulah  pokok bahasan paparan ini. Analisis melalui pendekatan historis menunjukkan bahwa,  kesamaan doktrin yang memposisikan negara sebagai pusat kekuasaan/kedaulatan, dan adanya kebutuhan untuk mengedepankan keunggulan budaya Tiongkok  secara internal dan eksternal, telah memungkinkan munculnya keharmonisan tersebut. 

Ø  Kata kunci : Keharmonisan, Konfusianisme, Komunisme, pusat kedaulatan, keunggulan budaya.

PENDAHULUAN

Ø  Kemajuan pesat RRT di segala bidang membawa pula berbagai dampak negatif  dalam kehidupan masyarakat yang harus diantisipasi dengan cermat.
Ø  Penanganan masalah sosial tak bisa terlepas dari aspek budaya, Konfusianisme sebagai akar budaya Tiongkok mendapatkan momentum untuk kembali berkembang. 
Ø  Beberapa sebutan yang mengacu pada Konfusianisme dalam bahasa Mandarin adalah  Rujiao (儒教) – Rujia (儒 家)- Ruxue (儒学) - Kongjiao (孔教) atau Ru (儒)saja.
Ø  Pada dasarnya Konfusianisme adalah ‘doktrin’ tentang etika dan moralitas kemanusiaan  untuk tercapainya kehidupan bermasyarakat yang harmonis   à dijabarkan dalam kitab Sishu Wujing  ( 四书五经).
Ø  Etika Konfusianis secara integral juga mencakup aspek religius, politik, pendidikan, psikologi, dan metafisik.
Beberapa Catatan Historis   
  • Xin Zhongyao : “Konfusianisme merupakan sebuah aliran pemikiran dan ideologi ortodox yang telah berfungsi secara dogmatis dan dinamis selama ribuan tahun.“ à ‘dogmatis’ ketika berfungsi untuk melanggengkan/memperkuat kekuasaan ; ‘dinamis’ ketika menunjukkan kemampuan untuk mengadaptasi lingkungan/ide-ide yang berbeda. 
  • Secara historis pada akhir abad ke 19, kaum liberal maupun komunis menyebut Konfusianisme sebagai penyebab keterbelakangan dan ketidakmampuan bangsa Tiongkok dalam mengantisipasi  modernisasi / Barat à wu lun sebagai sumber berkembangnya feodalisme.  
  • Komunisme lahir dan berkembang di awal abad ke 19 sebagai reaksi/koreksi  terhadap  kapitalisme ,menentang akumulasi modal pada individu, dan menekankan pentingnya ‘perjuangan klas’ untuk tercapainya masyarakat Sosialis – Komunis. 
  • Sejak Era Gerakan 4 Mei 1919, berkembang di Tiongkok sebagai pemikiran alternatif yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik. 
  • Dalam praktiknya (terutama di era Mao Zedong), kepemimpinan PKC cenderung menunjukkan “perilaku dan ingin diperlakukan sebagaimana kaisar/penguasa di era kedinastian”.

Antara Konfusianisme dan Komunisme

•      Doktrin Konfusianis tentang wu lun, zheng ming dan wu chang.

ü  Wu lun mengatur etika hubungan antara, pimpinan –bawahan, ayah-anak, suami-istri, kakak-adik, sesama teman.
ü  Zheng ming, nama/sebutan yang tepat ; segala sesuatu harus menempatkan atau ditempatkan sesuai nama/sebutan, posisi, ataupun predikat, yang melekat padanya.
ü  Wu chang ,  lima sifat kekal/mulia (ren, yi, li, zhi, xin – cinta kasih, adil, pantas, bijaksana, dapat dipercaya).
Ø  Wulun dan zheng ming diindikasikan telah melahirkan ‘hirarki sosial’  yang memberi hak lebih kepada pemegang kekuasaan , wu chang di satu sisi merupakan ‘pembatas’  kekuasaan itu, namun di sisi lain dapat menjadi ‘sabuk pengaman’ yang membuat rakyat  terlena/tak berdaya à negara menjadi pusat kekuasaan/kedaulatan  ; rakyat  terbiasa mengabdi untuk negara à nasionalisme tinggi.

•      Komunisme merupakan  gerakan  anti-kapitalisme; menggunakan  partai komunis sebagai alat pengambil alihan kekuasaan ; semua  direpresentasikan sebagai milik rakyat  à seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara agar kemakmuran rakyat dapat merata.

Ø   sama seperti Konfusianisme , Negara menjadi pusat kekuasaan / kedaulatan  à kedaulatan negara ≠ kedaulatan rakyat.
Ø  Nasionalisme tinggi dibarengi dengan sejarah yang mewariskan ‘mimpi besar untuk menjadi negara yang kuat’ (qiangguomeng) , membuat rakyat mudah terindimidasi untuk tunduk pada negara/penguasa.
Ø  Doktrin untuk mengutamakan harmoni & persatuan semakin memperkuat kecenderungan tersebut.

Di antara Kemajuan Fisik dan Moral

Ø  Dampak negatif dari kemajuan ‘fisik’  yang harus diantisipasi.
ü  Internal :  muncul berbagai masalah sosial/moral yang bersumber dari al. : melonggarnya ikatan keluarga ; persaingan antar individu yang semakin ketat ; kesenjangan yang semakin lebar ; munculnya aspirasi baru yang bukan hanya terkait ‘materi’.
ü  Eksternal ;  muncul citra sebagai “ancaman” ; konflik kepentingan & sengketa wilayah membuat kebijakan luar negeri RRT yang ‘low profile’ (taoguang yanghui) tidak selalu efektif.
Ø  Diperlukan ‘keunggulan’ baru yang mampu menjawab semua tantangan tersebut à “keunggulan budaya/peradaban” .

Menuju Harmonisasi

Ø  Sejak akhir tahun 1980-an mulai ada upaya revitalisasi nilai-nilai budaya Tiongkok ; Konfusianisme, khususnya dalam upaya mengantisipasai ‘westernisasi’ à pasca 1989 ‘perang’ terhadap ‘evolusi damai’ ; 2001  ‘Rencana implementasi program pembangunan moral rakyat’ (公民道德建设实施纲要) ; 2002 “bangkit dengan damai”(和平崛起), “berkembang dengan damai” (和平发展); 2006 ditetapkan ‘Rencana pengembangan budaya ’ yg merupakan bagian dari Pelita ke 11 (国家‘十一五’ 时期文化发展规划纲要)à 2007 “dunia yang harmonis” (和谐世界).
Ø  Dua motivasi pemerintah : Konfusianisme sebagai ‘perekat’ masyarakat yang dapat melegitimasi rejim ; Konfusianisme sebagai ‘antidot’ budaya dalam menghadapi ‘westernisasi’.
Ø  Kuatnya kewaspadaan masyarakat terhadap  ‘westernisasi’, dan politik kebudayaan yang dibarengi dengan propaganda budaya tradisional melalui pendidikan,  menyebabkan jalannya kebijakan pemerintah terlihat lebih terdorong oleh dinamika masyarakat ; bukan sebuah kebijakan yang ‘top-down.

Penutup

ü  Konfusianisme yang dapat berfungsi secara dogmatis dan dinamis memberi peluang bagi munculnya keharmonisan dengan komunisme.
ü  Komunisme  secara sengaja dan tidak sengaja telah mengefektifkan peluang tersebut.
ü  Ingatan kuat masyarakat atas  keunggulan sejarah dan budaya Tiongkok yang terus berkesinambungan memudahkan ‘revitalisasi’ à keharmonisan.
ü  Kemunculan RRT dengan revitalisasi budaya / peradabannya dapat menjadi bentuk alternatif yang berbeda dari yang ditawarkan ‘Barat’ (ekopolsosbud).
ü  Dapat membuka peluang munculnya hubungan tributer dengan pendekatan/gaya baru.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar