Sabtu, 19 Januari 2013

TRAGEDI SEMBURAN PANAS

LUMPUR LAPINDO


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

 
Tragedi ‘Lumpur Lapindo’ dimulai pada tanggal 27 Mei 2006. Peristiwa ini menjadi suatu tragedi ketika banjir lumpur panas mulai menggenangi areal persawahan, pemukiman penduduk dan kawasan industri. Hal ini wajar mengingat volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 hingga 50 ribu meter kubik perhari (setara dengan muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran besar). Akibatnya, semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur: genangan hingga setinggi 6 meter pada pemukiman; total warga yang dievakuasi lebih dari 8.200 jiwa; rumah/tempat tinggal yang rusak sebanyak 1.683 unit; areal pertanian dan perkebunan rusak hingga lebih dari 200 ha; lebih dari 15 pabrik yang tergenang menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan lebih dari 1.873 orang; tidak berfungsinya sarana pendidikan; kerusakan lingkungan wilayah yang tergenangi; rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon); terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.

Lumpur juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Kandungan logam berat (Hg), misalnya, mencapai 2,565 mg/liter Hg, padahal baku mutunya hanya 0,002 mg/liter Hg. Hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker. Kandungan fenol bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.

Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan, dampak sosial banjir lumpur tidak bisa dipandang remeh. Setelah lebih dari 100 hari tidak menunjukkan perbaikan kondisi, baik menyangkut kepedulian pemerintah, terganggunya pendidikan dan sumber penghasilan, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan psikis yang bertubi-tubi, krisis sosial mulai mengemuka. Perpecahan warga mulai muncul menyangkut biaya ganti rugi, teori konspirasi penyuapan oleh Lapindo, rebutan truk pembawa tanah urugan hingga penolakan menyangkut lokasi pembuangan lumpur setelah skenario penanganan teknis kebocoran 1 (menggunakan snubbing unit) dan 2 (pembuatan relief well) mengalami kegagalan. Akhirnya, yang muncul adalah konflik horisontal.


B.    Tujuan
  • Mengetahui penyebab terjadinya lumpur lapindo 
  • Mengetahui volume luapan lumpur 
  • Mengetahui unsur kimia pada lumpur lapindo
  • Mengetahui dampak luapan lumpur lapindo 
  • Upaya-upaya penanggulangan


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penyebab Semburan Lumpur Lapindo

Setidaknya ada 3 aspek yang menyebabkan terjadinya semburan lumpur panas tersebut.
 
Pertama, adalah aspek teknis.
     Pada awal tragedi, Lapindo bersembunyi di balik gempa tektonik Yogyakarta yang terjadi pada hari yang sama. Hal ini didukung pendapat yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur (liquefaction) adalah gempa (sudden cyclic shock) Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen.
 
Namun, hal itu dibantah oleh para ahli, bahwa gempa di Yogyakarta yang terjadi karena pergeseran Sesar Opak tidak berhubungan dengan Surabaya. Argumen liquefaction lemah karena biasanya terjadi pada lapisan dangkal, yakni pada sedimen yang ada pasir-lempung, bukan pada kedalaman 2.000-6.000 kaki. Akhirnya, kesalahan prosedural yang mengemuka, seperti dugaan lubang galian belum sempat disumbat dengan cairan beton sebagai sampul. Hal itu diakui bahwa semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo harus sudah memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki. Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka belum memasang casing 9-5/8 inci. Akhirnya, sumur menembus satu zona bertekanan tinggi yang menyebabkan kick, yaitu masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur. Sesuai dengan prosedur standar, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Namun, dari informasi di lapangan, BOP telah pecah sebelum terjadi semburan lumpur. Jika hal itu benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional standar.
 
Kedua, aspek ekonomis.
     Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BP-MIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi. Saat ini Lapindo memiliki 50% participating interest di wilayah Blok Brantas, Jawa Timur. Dalam kasus semburan lumpur panas ini, Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional dengan tidak memasang casing. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan casing berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo. Medco, sebagai salah satu pemegang saham wilayah Blok Brantas, dalam surat bernomor MGT-088/JKT/06, telah memperingatkan Lapindo untuk memasang casing (selubung bor) sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Namun, entah mengapa Lapindo sengaja tidak memasang casing, sehingga pada saat terjadi underground blow out, lumpur yang ada di perut bumi menyembur keluar tanpa kendali.
 
Ketiga, aspek politis.
     Sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC) dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumberdaya alam. Poin inilah yang paling penting dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh potensi tambang migas dan sumberdaya alam (SDA) “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi profit an sich yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem. Penjualan aset-aset bangsa oleh pemerintahnya sendiri tidak terlepas dari persoalan kepemilikan. Dalam perspektif kapitalisme dan ekonomi neoliberal seperti di atas, isu privatisasilah yang mendominasi.
 

B.    Volume Lumpur
 
Semburan lumpur panas yang keluar enam tahun lalu, seolah menjadi monster yang menakutkan. Bagaimana tidak, sekira 700 hektar kawasan di kawasan kecamatan Porong, Tanggulangin, dan Jabon, terendam lumpur. Namun kini semburan lumpur dikabarkan terus menurun.
 
Pada tiga tahun pertama, semburan material lumpur yang dimuntahkan sekira 100.000 meter kubik per harinya. Alhasil, dalam setahun semburan lumpur menenggelamkan empat desa, yakni Siring, Renokenongo, Jatirejo, dan Kedungbendo. Warga yang mendiami desa tersebut terpaksa mengungsi.
 
Setelah enam tahun menyembur, kini material yang keluar dari pusat semburan semakin mengecil. Bahkan, BPLS kini mengklaim jika volume semburan lumpur berkisar antara 25.000 sampai 50.000 meter kubik per hari.
 

C.    Unsur Kimia yang Terkandung Pada Lumpur Lapindo 


                                  Beberapa hasil pengujian

Parameter                Hasil uji maks                  Baku Mutu  (PP Nomor 18/1999)
 
Arsen                         0,045 Mg/L                                   5 Mg/L
Barium                       1,066 Mg/L                                 100 Mg/L
Boron                         5,097 Mg/L                                 500 Mg/L
Timbal                        0,05 Mg/L                                    5 Mg/LDFGH
Raksa                         0,004 Mg/L                                  0,2 Mg/L
Sianida Bebas              0,02 Mg/L                                   20 Mg/L
Trichlorophenol          0,017 Mg/L                    2 Mg/L (2,4,6 Trichlorophenol)
                                                                    400 Mg/L (2,4,4 Trichlorophenol)

Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
 
Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar EDP-BPPKA Pertamina, lumpur dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.
 
Di beberapa negara, pengujian semacam ini memang diperlukan untuk membuang lumpur bekas pengeboran (used drilling mud) ke dalam laut. Jika nilai LC50 lebih besar dari 30.000 Mg/L SPP, lumpur dapat dibuang ke perairan.
 
Namun Simpulan dari Wahana Lingkungan Hidup menunjukkan hasil berbeda, dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi kadarnya jauh di atas ambang batas. Dan perlu sangat diwaspadai bahwa ternyata lumpur Lapindo dan sedimen Sungai Porong kadar timbal-nya sangat besar yaitu mencapai 146 kali dari ambang batas yang telah ditentukan. (lihat: Logam Berat dan PAH Mengancam Korban Lapindo)
 
Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa ambang batas PAH yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 µg/m3 atau setara dengan 0,23 µg/m3 atau setara dengan 0,23 µg/kg. Maka dari hasil analisis di atas diketahui bahwa seluruh titik pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung kadar Chrysene di atas ambang batas. Sedangkan untuk Benz(a)anthracene hanya terdeteksi di tiga titik yaitu titik 7,15 dan 20, yang kesemunya di atas ambang batas.
 
Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali di atas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Maka bahaya adanya kandungan PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) tersebut telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan:
  • Bioakumulasi dalam jaringan lemak manusia (dan hewan) 
  • Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan kulit
  • Kanker
  • Permasalahan reproduksi
  • Membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit

Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan nanti 5-10 tahun kedepan. Dan yang paling berbahaya adalah keberadaan PAH ini akan mengancam kehidupan anak cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan. Namun sampai Mei 2009 atau tiga tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya korban sakit atau meninggal akibat lumpur tersebut.

                                   Hasil analisis logam pada materi

Parameter                Satuan            Kep. MenKesno 907/2002            Lumpur Lapindo   
Kromium (Cr)               mg/L                       0,05                                          nd   
Kadmium (Cd)              mg/L                      0,003                                      0,3063           
Tembaga (Cu)               mg/L                        1                                          0,4379  
Timbal (Pb)                  mg/L                       0,05                                       7,2876   

Air Lumpur Lapindo    Sedimen Sungai Porong    Air Sungai Porong
         nd                                 nd                                  nd
      0,0314                           0,2571                            0,0271             
       0,008                            0,4919                            0,0144
      0,8776                           3,1018                            0,6949


Berikut ini adalah Reaksi unsur pada Lumpur lapindo :

Timbal + Oksigen + Air ----->> Hidroksida Timbal
2PB(s) + O2(g) + 2H2O(l) --->> 2Pb(OH)2(s)



D.   Manfaat Lumpur Lapindo sebagi Pemenuhan Kebutuhan Sekunder di Bidang  
      Industri

Teknologi merupakan cara yang harus dilakukan manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya yang makin meningkat. Dalam hal ini contohnya lumpur lapindo bisa di manfaatkan untuk pembuatan – pembuatan teknologi seperti batre. Dengan cara ini lumpur lapindo sangat bisa di manfaatkan dalam pembuatan batre untuk kebutuhuhan sekunder di bidang industri.

Fase Teknologi Batre yang berasal dari lumpur lapindo

Pada fase pembuatan batre yang terbuat dari lumpur lapindo adalah fase tehnik modern. Karena pembuatanya menggunakan tenaga mesin. Dan termasuk teknologi modern atau (Hi tech).



E.    Dampak Pencemaran Lingkungan Lumpur Lapindo
 
Semburan lumpur panas yang mengeluarkan lumpur setiap harinya. Volume lumpur semakin hari semakin banyak, sehingga lumpur meluber kemana-mana. Hal ini menyebabkan kerugian besar yaitu :
  1. Banyak petani kehilangan ladangnya, sawah yang terendam tidak dapat ditanami kembali karena tidak subur lagi. 
  2. Banyak rumah penduduk yang terendam lumpur panas, rumah yang terendam tidak dapat ditempati lagi.
  3. Banyak sektor pendidikan terancam lumpur sehingga para siswa dipindahkan ke sekolah yang aman dari luberan lumpur.
  4. Banyaknya industri yang tutup, misalnya pabrik minuman, pabrik minyak wangi, pabrik kerupuk, pabrik payung tradisional, pabrik sabun, pabrik jam, dan industri yang lain.
  5. Banyak pengangguran, akibat semburan lumpur pabrik-pabrik ditutup karena takut adanya kebakaran di lumpur panas.
  6. Bau gas yang berasal dari lumpur panas membuat sesak nafas, dan kerusakan di saluran pernafasan.

F.    Upaya Penanggulangan
 
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006, mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang jelas.
 
Badan Meteorologi dan Geofisika meramal musim hujan bakal datang dua bulanan lagi. Jika perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan daya tampung. Lumpur pun meluap ke segala arah, mengotori sekitarnya.
 
Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) memperkirakan, musim hujan bisa membuat tanggul jebol, waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol terendam, dan lumpur diperkirakan mulai melibas rel kereta. Ini adalah bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan jangka pendek.
 
Sudah ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk memadamkan lumpur berikut menanggulangi dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap tim terdiri dari perwakilan Lapindo, pemerintah, dan sejumlah ahli dari beberapa universitas terkemuka. Di antaranya, para pakar dari ITS, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang menangani penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan jangka pendeknya adalah memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas tanah.



BAB III
PENUTUP

 
Kesimpulan
 
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi) , adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 27 Mei 2006, bersamaan dengan gempa berkekuatan 5,9 SR yang melanda Yogyakarta.
Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

 

Jumat, 18 Januari 2013

TUGAS MATEMATIKA BISNIS A

Nama Kelompok : 
  1. Herlinna Sectio Irine 
  2. John Mario Hasoloan Banjarnahor
  3. Linati Zindriasih 
  4. Muhammad Afif Fadhlullah
  5. Steffy Apriyanti
Kelas : 1DA01


> Pertanyaan <
  
1.   Harga obral suatu barang adalah 80% dari harga pokoknya. jika harga obralnya Rp 200.000, maka harga pokoknya adalah?

Diket: Harga obral barang = 80% (dari HP)
          Harga obral = Rp.200.000
Dit: Harga Pokok?

Jawab:
100/80 x Harga Perolehan = Harga Pokok
100/80 x Rp. 200.000 = Rp. 250.000
Jadi, Harga Pokoknya sebesar Rp. 250.000


2.   Tanpa menggambarkan kurva, hitunglah determinan dan titik ekstrim dari:
     a.  y = –x² + 6x – 9
     b. y = x² – 4x + 8
     c. y = –4x + 32x – 57
     d. y = 0,5x² – 30x +77

Jawab:
a.  y = –x² + 6x – 9                 
D = b² – 4ac                            
D = (6)² – 4(–1) (–9)
D = 36 – 36 = 0
         
Titik Ekstrim x dan y:
x = (–b) /2a = (–6)/ (2.(–1)) = 3 
y = (b² – 4ac)/ (–4a) = ((6)² – 4 (–1) (–9)) / ((–4) (–1)) = 0/4 = 0

Jadi titik (x,y) = (3,0)


b.  y = x² – 4x + 8
D = b² – 4ac
D = (–4)² – 4(1) (8)                     
D = 16 – 32= –16

Titik Ekstrim x dan y:
x = (–b) /2a = (–32)/ (2.(–4)) = (–32)/ (–8) = 4
y = (b² – 4ac)/ (–4a) = ((–4)² – 4.1.8) / ((–4).1) = (–16)/ (–4) = 4

Jadi titik (x,y) = (4,4)

 
c.  y = –4x + 32x – 57                   
D = b² – 4ac
D = (32)² – 4(–4) (–57)              
D = 1024 – 912= 112

Titik Ekstrim x dan y:
x = (–b) /2a = (–32)/ (2.(–4)) = (–32)/ (–8) = 4
y = (b² – 4ac)/ (–4a) = ((32)² – 4.(–4)(–57) / ((–4)(–4)) = (112)/ (16) = 7

Jadi titik (x,y) = (4,7)


d. y = 0,5x² – 30x +77                   
D = b² – 4ac
D = (30)² – 4(0,5) (77)              
D = 900 – 154= 754

Titik Ekstrim x dan y:
x = (–b) /2a = (–(30))/ (2.(0,5)) = (30)/ 2(1) = 15
y = (b² – 4ac)/ (–4a) = ((30)² – 4.(0,5)(77) / ((–4)(0,5)) = (754)/ (–2) = –377
 
Jadi titik (x,y) = (15,–377)


3.   Biaya marjinal y¹ sebagai fungsi satuan produk x dinyatakan dengan persamaan y = 1.064 – 5x. Fungsi biaya produksi rata-ratanya adalah

Jawab:
y¹= 1.064 – 5x.
y = ∫ 1.064 – 5x.
y = 1.064x – 2,5x².


4.   Elastisitas pendataan pajak pada tingkat harga p = 5 dengan fungsi permintaan Qd = 25 – 3p² adalah

Jawab:
td = Qd x (P/Q)  –>  – 30 x (5/ (–50)) = ((–150)/(–50)) = 3
Qd = 25  – 3p
Qd = 25  – 3p
Q    = 25  – 3p
Q    = 25  – 3(5)²
Q    = 25 – 3.25
Q    = 25 – 75
Q    = –50


5.   Tanpa menggunakan kurva, hitunglah luas parabola:
    a.  y = x² – 6x + 8
    b. y = x² – 7x + 6

Jawab:
a.  y = x² – 7x + 6 
(x – 6) (x – 1)
X = 6 dan X = 1

Luas parabola:
(D√D) / 6a = (4√4)/ (6.(1)²) = (4.2)/6 = 8/6 =1 2/3= 1 1/3

b.  y = x² – 7x + 6
b > y = x² – 7x +6
x = 6 dan x = 1

Luas parabola:
(D√D) / 6a = (25√25)/ (6.(1)²) = (25.25)/6 = 125/6 =20 5/6


 
Referensi :
Nurina, Anggraini. 2013. Matematika Bisnis A. Depok : Universitas Gunadarma

Kamis, 10 Januari 2013

TUGAS MATEMATIKA BISNIS A

Contoh Soal Matematika Bisnis



Pada tingkat harga Rp 20.000/unit, konsumen bersedia membeli 50 unit kabel telepon, namun apabila harganya naik menjadi Rp 25.000/unit, konsumen hanya bersedia membeli 40 unit. nilai elastisitas permintaan terhadap kabel telepon tersebut dapat dihitung dengan cara :
Diketahui :
  • Tingkat harga Rp 20.000 / unit
  • Konsumen membeli 50 unit kabel telepon
  • Jika harga Rp 25.000 / unit
  • Konsumen hanya membeli 40 unit


Ditanya : Nilai elastisitas permintaanya ?

Jawab :


ED = ( DQ / DP ) x (P1 / Q1)

     = 40 - 50 / 25.000 - 20.000 x 20.000/ 50

     = - 10 / 5.000 x 20.000 / 50

     = -1 x 4 /5

     = -4 / 5

Dengan:
dQ : selisih permintaan
dP : selisih tingkat harga
P1 : tingkat harga awal
Q1 : tingkat permintaan awal

Sehingga diperoleh elastisitas permintaan –4⁄5, yang menunjukkan bahwa kondisi permintaan pada kasus ini bersifat inelastis.



Terima kasih ,semoga bermanfaat :)